Lima Hal Krusial tentang Revisi UU Pernikahan
DPR dan DPD telah melakukan dan mengajukan beberapa poin penting berkaitan dengan revisi terhadap uu pernikahan nomor 1 tahun 1974. Usulan tentang peraturan pernikahan ini sudah masuk ke dalam renja program legislasi nasional yang akan dilakukan antara 2015 sampai dengan 2019. Meskipun memang perubahan atau revisi pada uu yang mengatur pernikahan ini tidak menjadi prioritas utama yang akan segera dilakukan revisi, namun banyak orang sudah melakukan dan memberikan perhatian khusus pada apa saja yang akan menjadi poin perubahan dan poin baru untuk ada pada uu yang mengatur pernikahan satu ini.
5 Hal Krusial dalam Revisi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Dalam pembahasan tentang uu perkawinan tersebut, maka memang ada beberapa poin yang akan menjadi perhatian Anda bersama. Ketika memang ada masalah dalam uu perkawinan yang sebelumnya, maka memang harus ada sebuah perubahan yang membuat uu perkawinan menjadi lebih sempurna dan pas untuk dipakai segala kalangan yang ada di indonesia. Nah, apa saja yang menjadi bahan pokok dalam melakukan revisi uu perkawinan ini juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan DPR dan DPD dalam melakukan sidang pembahasan untuk ke depannya. Maka dari itu, berikut ini akan ada beberapa poin krusial yang menjadi hal paling menonjol pada revisi uu perkawinan, diantaranya adalah:
Usia Menikah
Hal pertama yang menjadi point penting dalam melakukan pembahasan uu pernikahan adalah usia yang diperbolehkan untuk menikah. Pada uu perkawinan no 1 tahun 1974 disebutkan memang usia minimali untuk menikah pria adalah 19 tahun sedangkan untuk wanita adalah 16 tahun. Nah, di dalam perubahan yang akan dilakukan pada uu perkawinan tersebut, disebutkan bahwa batasan minimal wanita boleh melakukan pernikahan adalah 18 tahun. Umur ini disesuaikan dengan pertimbangan hak asasi anak itu sendiri. penyesuaian usia minimal nikah untuk nikah di dalam revisi uu perkawinan bisa disamakan dengan usia wanita menikah dalam uu perlindungan anak.
Batas usia nikah perempuan yang hanya 16 tahun pada uu perkawinan memang juga menjadi perdebatan di sidang MK. Dalam sebuah sidang pengujian uu yang diselenggarakan MK memang tidak ada persamaan pandangan berkaitan dengan usia minimal seorang wanita untuk menikah apakah sama dengan apa yang ada pada uu perkawinan dulu atau banyak kalangan yang berpendapat kalau batas usia minimal anak perempuan untuk nikah disamakan dengan uu perlindungan anak. Nah, ini juga yang kemudian menjadi kontroversi dan tidak ada titik temu tentang usia menikah yang pas untuk ada pada perubahan uu perkawinan nantinya. Menteri Kesehatan sendiri juga mendorong dilakukan perubahan tentang batasan umur untuk nikah seorang perempuan pada uu perkawinan untuk ke depannya.
Syarat Sahnya Perkawinan
Hal kedua yang menjadi poin penting dalam melakukan revisi pada uu perkawinan adalah tentang syarat sahnya sebuah pernikahan. Pada Pasal 2 Ayat (1) dan (2) dalam uu perkawinan ini memang sudah menjadi banyak perdebatan bukan hanya antar pengamat saja namun beberapa orang yang mengajukan nikah juga mengalami kebingungan sendiri dengan apa yang ada di dalam aturan uu perkawinan yang satu ini. Para kalangan aktivis yang mengajukan revisi pada pasal dan ayat yang ada di uu perkawinan juga sudah berpendapat kalau perkawinan yang sah menurut uu perkawinan adalah yang sama agama atau kepercayaan dan dicatat berdasarkan uu yang berlaku.
Isu Penting Syarat Sahnya Perkawinan Menurut UU Pernikahan
Sebenarnya dalam pasal yang ada pada uu pernikahan ini ada dua isu penting yang akan menjadi perhatian Anda bersama :
- Pernikahan beda agama menurut uu perkawinan. Di era yang sekarang banyak juga orang yang menikah dengan orang yang berlainan agamanya. Nah, di dalam draft perubahan pada uu perkawinan ini memang dianjurkan adanya kemudahan bagi seorang yang ingin menikah dengan pasangan yang ternyata beda agama dengannya. Mekanisme pernikahan beda agama yang diusulkan dalam uu perkawinan nantinya yang akan memutuskan sah atau tidanya pernikahan adalah pengadilan. Namun, beberapa pihak juga menaruh perhatian jangan sampai banyak orang beranggapan dengan adanya perubahan uu perkawinan ini akan ada anjuran dan diperbolehkan untuk melakukan pernikahan dengan yang beda agama.
- Isu kedua adalah tentang penghayat kepercayaan. Nah, di dalam perubahan uu perkawinan ini nantinya diharapkan memang tidak ada lagi halangan dan dipersulitnya pendaftaran pernikahan oleh orang yang merupakan penghayat kepercayaan. Karena memang pengahayat kepercayaan di indonesia ini sudah diakui keberadaannya, maka alangkah baiknya memang di dalam perubahan uu perkawinan akan ada kemudahan bagi golongan ini untuk mendaftarkan pernikahannya.
Status Anak Luar Kawin
Poin ketiga yang menjadi perhatian dalam revisi uu perkawinan ini adalah tentang status anak diluar kawin. Banyak memang Anda temui anak yang merupakan hasil diluar nikah ke dua orangtuanya. Bagaimana nasib anak yang merupakan anak yang lahir diluar nikah, hal ini memang diharapkan juga akan dijelaskan dan diatur di dalam perubahan uu perkawinan.
Nah, dalam putusan MK dahulu memang dikatakan kalau anak yang lahir di luar nikah tersebut akan mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah kandungnya. Selain memang di dalam revisi uu perkawinan ini akan mengatur tentang nasib anak di luar nikah, nantinya juga diharapkan akan ada aturan tentang anak yang merupakan hasil bayi tabung atau sewa rahim di indonesia.
Status Kepala Keluarga
Bagi yang sudah akan menikah dan sudah saling tukar cincin tunangan, maka poin yang ada di revisi uu perkawinan ini menjadi hal yang harus diperhatikan dengan benar. Pada uu pernikahan no. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa Ayah merupakan kepala keluarga. nah, ada beberapa orang beranggapan kalau status ayah yang merupakan kepala keluarga ini menjadikan wanita selalu ada dibawah kuasa laki-laki. Para aktivis wanita membuat ajuan pada revisi uu perkawinan yang mengharuskan kata tersebut diganti kalau kepala keluarga tidak harus laki-laki namun perempuan menurut revisi uu perkawinan juga bisa menjadi kepala keluarga juga.
Poligami
Poin dan isu paling sensitif dan krusial pada perubahan uu pernikahan terkahir adalah tentang poligami. Pada uu perkawinan memang dianut asas monogami. Tetapo dalam Pasal 3 Ayat (1) uu perkawinan satu ini juga disebutkan kalau seorang laki-laki juga bisa beristri lebih dari satu. Tentunya hal ini bertentangan dan membuat uu perkawinan tidak selalu menganut asas monogami. Kalau memang di dalam uu perkawinan yang dulu sudah ada aturan tentang seorang pria yang bisa menikah dengan wanita lebih dari satu kali. Maka di dalam revisi uu perkawinan akan lebih pas kalau diatur juga tentang apa saja syarat dari poligami yang sah menurut uu perkawinan juga.